Impor Pakaian Bekas Ilegal: Dignity vs Inlander


WACANA impor pakaian bekas (HS 6309) sebenarnya bukan hal baru. Realitanya bahkan telah dipraktikkan di berbagai negara. Dalam dua dekade terakhir, Pakistan merupakan importir terbesar pakaian bekas di dunia yang di 2021 jumlah impornya sekitar 933.992 ton (50,62% berasal dari AS).

Menurut Pakistan Insitute of Development Economics, alasan utama Pakistan mengimpor pakaian bekas adalah 39% warganya hidup dalam kemiskinan dengan prioritas memenuhi kebutuhan pangan. Berdasarkan data Trade Map periode 2003-2021, 10 negara importir terbesar pakaian bekas dihuni oleh negara Afrika dan Asia. 

Sebagian besar negara tersebut memperoleh pakaian bekas dari negara yang memang memiliki dominasi dalam sejarah pertekstilan dunia (Inggris dan Jepang), serta negara yang memiliki skala ekonomi dalam produksi (Amerika Serikat dan China). Secara umum, rasionalisasi tiap negara melakukan impor HS 6309 adalah faktor harga yang lebih murah dan untuk memperpanjang usia pakaian sehingga dapat mengurangi fast fashion (meminimalkan eksternalitas negatif terhadap lingkungan).

 

Untuk kasus Indonesia, impor pakaian bekas di 2022 tercatat sekitar 26 ton. Jumlah tersebut diperoleh dari pakaian bekas yang di bawa masuk oleh diaspora Indonesia (pekerja di kedutaan besar, TKI, dan mahasiswa di luar negeri). Lebih lanjut, impor pakaian bekas periode 2003-2021 rata-rata kurang lebih 149 ton per tahun, menempati urutan ke-9 dari 11 negara ASEAN. Meskipun dari data terlihat jumlahnya relatif sedikit, namun pada kenyatannya eksistensi impor pakaian bekas melebihi statistik resminya.



Berdasarkan perkiraan Trade Map dalam dua dekade terakhir, rata-rata nilai impor pakaian bekas ilegal di Indonesia periode 2003-2022 sebesar Rp343,05 miliar per tahun atau 35.403 ton tiap tahunnya. Lebih spesifik, impor pakaian bekas (ilegal) di Indonesia 80% masuk dari Malaysia, dengan rata-rata tiap tahunnya sebesar 27.915 ton. 


Tahun 2022, pakaian bekas yang masuk ke Malaysia mayoritas berasal dari negara Jepang (60,81%) dan Korea Selatan (15,41%). Fakta tersebut ternyata inline dengan tren fashion anak muda di Indonesia yang saat ini berkiblat pada dua negara tersebut. Apalagi postur orang Indonesia relatif mirip dengan Jepang dan Korea Selatan.

 

Selain Malaysia, impor pakaian bekas diduga masuk (dari jalur ilegal) melalui negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia. Tiap tahunnya rata-rata jumlah impor pakaian bekas ilegal dari Singapura 4.636 ton. Bahkan, tahun 2013 impor pakaian bekas ilegal paling banyak berasal dari dari Timor Leste, sebesar 24.015 ton.

 

Keberpihakan Pada UMKM

Maraknya impor pakaian bekas ilegal ke Indonesia, bagaimana pun patut dirisaukan. Fenomena ini melahirkan pola konsumsi pakaian 'murahan' yang menjadi kebanggaan anak muda kita. Sebagai bangsa yang besar, Indonesia seharusnya memiliki dignity untuk bersikap sebagai tuan rumah di negeri sendiri dan bukan sebagai inlander yang menampung barang bekas dari negara lain, apalagi dari jalur ilegal. Dari sisi regulasi, pemerintah pun sudah melarang impor barang berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas melalui Permendag No. 18/2021 Pasal 2 Ayat (3) D.

 

Pakaian bekas impor di Indonesia menyebabkan industri TPT dalam negeri terganggu dan eksistensi UMKM di sektor fesyen kian terpukul. Indikatornya yaitu penurunan volume produksi, penjualan domestik, dan penurunan jumlah tenaga kerja di industri TPT. Dari aspek kesehatan, pakaian bekas impor juga berpotensi menimbulkan penyakit kulit (bisul, gatal, alergi), gangguan pencernaan, dan infeksi saluran kelamin.

 

Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) perlu terus digencarkan secara intensif sebagai bentuk keberpihakan pada UMKM, terutama garmen rumahan. Kita harus bangga dengan produk lokal. Salah satu implementasinya adalah dengan tindakan tidak mengonsumsi pakaian bekas impor.

 

Tindakan Safeguard

Pemerintah telah melakukan tindakan safeguard terhadap industri TPT dan UMKM lokal, antara lain melalui pemusnahan pakaian bekas ilegal dan meminta platform e-commerce melakukan take down kata kunci baju bekas impor. Bahkan, sebagai detterent effect dalam Permendag No. 18 tahun 2021 terdapat sanksi pidana 5 tahun penjara dan denda paling banyak Rp5 miliar. Penguatan safeguard diperlukan untuk menciptakan persaingan yang sehat bagi pertumbuhan industri TPT dalam negeri.

 

Kuncinya, penanganan impor pakaian bekas ilegal memerlukan konsistensi pengawasan dan ketegasan penindakan secara berkala akan memutus rantai perdagangan impor pakaian bekas. Hingga saat ini telah dilakukan beberapa kali operasi gabungan untuk memusnahkan pakaian bekas dari impor ilegal.


Menurut Bea Cukai, sepanjang tahun 2022 telah dimusnahkan sebanyak 6.117 bal (setara 618 ton) pakaian bekas. Sebagai perbandingan, menurut data Trade Map masih terdapat 25.063 ton impor pakaian bekas ilegal yang masuk ke Indonesia pada tahun 2022. Artinya, masih dibutuhkan 41 kali pemusnahan (dengan asumsi tiap tindakan dimusnahkan sebanyak 618 ton).

 

Bangga dengan produk Indonesia identik dengan nasionalisme. Jangan sampai dengan membeli pakaian bekas impor rasa cinta terhadap bangsa sendiri redup, apalagi memprioritaskan loyalitas kepada negara yang dimandori korporasi (corporate state).


Penulis

(1) Dedy Arfiansyah, Analis Kebijakan Ahli Pertama Kemenkop UKM

(2) Gilang Dwisurya, Perencana Ahli Pertama Kemenkop UKM

━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

Artikel ini telah tayang di Opini Media Indonesia pada tanggal 15 April 2023, 12:00 WIB

━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

Posting Komentar

0 Komentar